

Surat bernomor B-2077/MB.07/DJB.T/2024 yang diterbitkan pada 18 November 2024 itu ditandatangani oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Tri Winarno, dengan status “Segera.”
Dalam surat tersebut, Kementerian ESDM menegaskan bahwa PT AKM, sebagai pemegang Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP), tidak memiliki kewenangan untuk melakukan kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 124 ayat (3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
“Perusahaan yang berstatus sebagai Perusahaan Jasa Pertambangan (PJP), seperti PT AKM, dilarang untuk melakukan kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral. Ketentuan ini telah diatur dalam Undang-Undang serta Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2020,” ujar Tri Winarno dalam surat tersebut.
Lebih lanjut, Kementerian ESDM menegaskan bahwa sesuai Pasal 73 Peraturan Menteri ESDM, perusahaan wajib menjalankan kegiatan sesuai dengan bidang usaha yang tercantum dalam IUJP yang dimilikinya. Oleh karena itu, PT AKM tidak diperkenankan mengoperasikan fasilitas pengolahan dan pemurnian, termasuk menyediakan personel atau mengoperasikan alat di lokasi Heap Leach milik PT CPM, sepeti di kutib dari media online Chanelsulawesi.id, Pada Senin 3 Februari 2025.
Surat ini juga menindaklanjuti arahan sebelumnya yang telah diberikan kepada PT CPM terkait pembinaan dan pengawasan terpadu aspek teknik dan lingkungan. Kementerian ESDM menegaskan bahwa PT CPM wajib mengelola fasilitas pengolahan dan pemurnian secara mandiri tanpa melibatkan PJP.
Dengan diterbitkannya surat ini, Kementerian ESDM memperjelas bahwa seluruh kegiatan pengolahan dan pemurnian yang melibatkan PT AKM harus dihentikan guna memastikan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku di sektor pertambangan.
“Berdasarkan ketentuan yang ada, PT AKM tidak diperbolehkan menjalankan kegiatan pengolahan atau pemurnian, baik dalam bentuk pengoperasian alat maupun penyediaan personel di pabrik atau lokasi Heap Leach,” tutup Tri Winarno dalam surat tersebut.