
Editor : Moh.Nasir Tula
Palu, beritasulteng.id – Konflik agraria di Sulawesi Tengah terus berlanjut dengan intensitas yang semakin tinggi. Kasus terbaru melibatkan Adhar Ompo alias Olong, seorang petani asal Desa Peluru, Morowali Utara (Morut), yang ditangkap oleh Kepolisian Resor Morut pada 20 Maret 2025. Penangkapan ini dilakukan berdasarkan laporan dari PT Sinergi Pekebunan Nusantara (SPN) atas tuduhan pencurian buah sawit.
Adhar membantah tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa dirinya memiliki Surat Keterangan Usaha (SKU) sebagai bukti kepemilikan lahan. Ia menilai haknya telah dilanggar karena PT SPN menanam sawit di lahannya tanpa adanya ganti rugi.
Menanggapi kasus ini, Satgas Penyelesaian Konflik Agraria (PKA) Sulawesi Tengah menyatakan keprihatinannya. Ketua Satgas PKA, Eva Bande, menegaskan bahwa aparat kepolisian seharusnya tidak serta-merta menerapkan pendekatan pidana dalam konflik tenurial seperti ini.
“Rakyat tidak boleh menjadi korban intimidasi dan kriminalisasi dalam konflik agraria. Kami berkomitmen untuk menegakkan keadilan berbasis hak asasi manusia,” ujar Eva.
Lebih lanjut, ia menyoroti dugaan pelanggaran yang dilakukan PT SPN, termasuk aktivitas perkebunan sawit di hutan lindung Desa Kasingoli dan Taman Buru Landusa Tomata, Morowali Utara. Data yang dikutip dari Mongabay Indonesia menyebutkan bahwa PT SPN, yang sebelumnya bernama PT Perkebunan Nusantara XIV, memiliki 10 bidang HGU dengan luas sekitar 15.903 hektare. Dalam kurun waktu 20 tahun, perusahaan ini diduga melakukan deforestasi hingga 7.616 hektare untuk perluasan perkebunan sawit, termasuk di kawasan hutan primer dan konservasi.
Sebagai langkah penyelesaian, Satgas PKA akan berkoordinasi dengan Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang dibentuk oleh Presiden Prabowo Subianto. Menurut Eva Bande, langkah ini penting mengingat Satgas PKH telah menindak perusahaan yang beroperasi secara ilegal di kawasan hutan sejak Februari 2025.
Selain itu, Satgas PKA juga telah menerima instruksi dari Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid, untuk memanggil perusahaan-perusahaan yang bermasalah, termasuk PT SPN, guna mencari solusi yang sesuai dengan aturan yang berlaku.
Kasus ini mencerminkan kompleksitas konflik agraria di Indonesia, yang membutuhkan penanganan yang adil dan berbasis hukum. Semua pihak diharapkan dapat bekerja sama untuk mencari solusi terbaik demi keadilan bagi masyarakat yang terdampak. ***
di morowali utara ada perusahaan PT. ANA yg memberikan tambahan lahan 266hk
untuk masyarakat asli di desa towara petasia timur. namaun nyatanya tidak seauai hasil rapat di desa,
bunyi poin untuk penambahan lahan sawit tahap dua..namun syangnya hanya oknum2 tertentu
yg menikmati dan menjual nama masyarakat untuk kepentingan pribadi. sampai saat ini ters
terjadi konflik yg panjang karna ada permainan pemerintah setempat.
Warga harus bersatu lawan kedzaliman