Koperasi dan Lembaga Adat Poboya Ajak YAMMI Dialog Terbuka Soal Tambang Emas

Editor ; Moh.Nasir Tula
Palu, beritasulteng.id – Pengurus Koperasi Produsen Poboya Mosinggani dan Lembaga Adat Poboya akhirnya angkat bicara terkait pernyataan Yayasan Advokasi Masyarakat Madani Indonesia (YAMMI) Sulawesi Tengah yang menyoroti aktivitas penambangan emas di kawasan Poboya, Kota Palu, dalam beberapa hari terakhir.
Ketua Koperasi Poboya, Sofyar, menyatakan bahwa pihaknya menanggapi kritik tersebut secara positif sebagai bentuk masukan bagi masyarakat penambang agar lebih berhati-hati dan memperhatikan keselamatan kerja.
“Kami menanggapi dengan dingin dan menganggap itu sebagai masukan positif. Harapannya, masyarakat yang menggantungkan hidup di tambang Poboya bisa lebih berhati-hati dan memprioritaskan keselamatan kerja,” ujar Sofyar melalui pesan WhatsApp dari Jakarta, Selasa (15/10/2025).
Menurut Sofyar, anggapan bahwa tambang Poboya merupakan kawasan ilegal adalah keliru. Ia menjelaskan, sebagian wilayah tambang yang digarap masyarakat merupakan area yang telah diberikan oleh PT Citra Palu Minerals (CPM) kepada masyarakat Poboya untuk dikelola secara terbatas.
“Izin pertambangan itu milik PT CPM. Masyarakat hanya diberikan area tertentu di dalam wilayah kontrak karya untuk dikelola. Jadi, tidak tepat jika disebut tambang ilegal,” tegasnya.
Sofyar menambahkan bahwa masyarakat Poboya dan lembaga adat tidak menolak keberadaan investasi maupun kritik dari pihak mana pun. Namun, ia menegaskan akan bersikap tegas apabila aktivitas masyarakat di tambang Poboya dihentikan secara sepihak tanpa dasar hukum yang jelas.
“Kami tidak anti terhadap investasi. Tapi kalau aktivitas masyarakat di tambang emas Poboya mau dihentikan dengan alasan ilegal, kami akan bertindak. Kami hanya ingin keadilan yang sama. Kalau masyarakat dilarang bekerja, perusahaan juga seharusnya tidak beroperasi,” ujarnya dengan nada tegas.
Ia juga menekankan bahwa masyarakat Poboya tidak pernah menutup diri bagi siapa pun yang ingin mencari nafkah di wilayah tersebut. Namun, mereka ingin hak-hak masyarakat adat di tanah ulayat Poboya tetap dihormati.
“Kami tidak pernah melarang siapa pun datang mencari rezeki di sini. Tapi jangan kami yang selalu disalahkan. Poboya adalah tanah ulayat kami. Kami tidak mau hanya jadi penonton di tanah sendiri,” tambah Sofyar.
Lebih lanjut, Sofyar menjelaskan bahwa Koperasi dan Lembaga Adat Poboya terus berupaya menata aktivitas tambang agar sesuai aturan. Upaya itu dilakukan dengan melengkapi dokumen administrasi dan mengajukan izin resmi untuk penciutan lahan dari kontrak karya PT CPM ke pemerintah pusat.
“Kami sudah beberapa kali bertemu dengan Gubernur Sulawesi Tengah dan Wali Kota Palu untuk membahas legalitas ini. Semua langkah kami tempuh agar tambang Poboya bisa diakui sebagai tambang rakyat yang sah,” ungkapnya.
Sebagai bentuk keterbukaan, Sofyar juga mengajak pihak YAMMI Sulawesi Tengah untuk berdialog secara terbuka mengenai aktivitas tambang Poboya agar kedua belah pihak memperoleh pemahaman yang sama.
“Kami mengajak YAMMI berdialog terbuka. Bahkan kami berniat bersilaturahmi langsung ke sekretariat mereka untuk berdiskusi. Tujuan kami sederhana — mencari solusi bersama, bukan memperpanjang perdebatan,” ujarnya.
Sofyar menegaskan bahwa keberadaan Koperasi dan Lembaga Adat Poboya semata-mata bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat Poboya, khususnya para penambang yang selama ini menggantungkan hidup di sektor tambang emas rakyat.