
Palu, beritasulteng.id – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Palu, Mutmainah Korona, menegaskan penolakannya terhadap kehadiran PT Macmahon Indonesia yang berencana menerapkan metode pertambangan emas bawah tanah atau hidrogeologi di kawasan Poboya. Ia menilai, aktivitas tersebut berisiko menimbulkan dampak ekologis dan sosial yang serius bagi masyarakat Kota Palu.
“Sejak awal saya sudah tidak setuju dengan kehadiran PT Macmahon Indonesia untuk melakukan metode pertambangan emas dengan pendekatan bawah tanah atau hidrogeologi,” tegas Mutmainah dikutib dari Sultengekspres.com, Pada Senin (9/9/2025).
Menurutnya, meski izin operasi pertambangan dikeluarkan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah tetap memiliki ruang untuk menyampaikan catatan kritis. Hal itu dapat dilakukan melalui kajian akademik, laporan aktivis lingkungan, serta masukan dari masyarakat.
“Yang harus dicek kembali adalah amdalnya, apakah sudah sesuai dengan asas manfaat ekologis dan ekonomi masyarakat sekitar,” jelasnya.
Ia menambahkan, DPRD Kota Palu akan mengajak akademisi, aktivis lingkungan, dan pakar hukum untuk memperkuat dokumen catatan kritis yang nantinya akan disampaikan ke kementerian terkait.
Mutmainah juga menyoroti potensi dampak lingkungan sebelum izin pengelolaan penuh berlaku pada 2027 mendatang. Menurutnya, metode pertambangan bawah tanah rawan menimbulkan kerusakan serius.
“Jika sejak awal sudah berisiko terhadap longsor, pergeseran ekonomi masyarakat lokal, hingga pengurangan debit air bersih, maka hal tersebut harus dipertimbangkan secara serius. Apalagi lokasinya berada di daerah aliran sungai dan Palu memiliki catatan rawan bencana pascagempa 28 September 2018 di Patahan Palu-Koro,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Mutmainah menjelaskan bahwa DPRD Kota Palu memang tidak memiliki kewenangan untuk mengeluarkan peraturan daerah khusus terkait pertambangan emas karena hal tersebut menjadi ranah pemerintah pusat. Meski demikian, DPRD akan berupaya memperkuat instrumen daerah melalui Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH).
“Kota Palu dapat memperkuatnya melalui RPPLH untuk 20 tahun ke depan. Dokumen tersebut perlu direvisi dan dipastikan mampu melindungi masyarakat dari potensi kerusakan lingkungan akibat pertambangan,” katanya.
Mutmainah menegaskan, DPRD Kota Palu akan tetap memainkan peran sebagai pengawas dan penghubung suara masyarakat dengan pemerintah. Ia berharap pemerintah pusat mendengar aspirasi masyarakat Palu yang menolak aktivitas pertambangan berisiko tinggi di kawasan rawan bencana tersebut.