
Palu, beritasulteng.id – Sebuah video yang beredar di sejumlah grup WhatsApp memperlihatkan terjadinya longsor di area tambang PT Macmahon Indonesia (MMI), anak usaha PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS), yang beroperasi di wilayah Poboya, Kota Palu. Longsor tersebut terjadi di titik bekas area tambang manual.
Peristiwa ini menambah daftar panjang bencana ekologis di Kota Palu akibat lemahnya pengawasan dan pemantauan pemerintah. Padahal, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup secara tegas mengamanatkan pemerintah melakukan pengawasan serta penegakan hukum terhadap pelaku perusakan lingkungan.
Longsor tersebut berdampak langsung maupun tidak langsung pada masyarakat di lingkar tambang, termasuk dugaan hilangnya akses terhadap air bersih, kerusakan lingkungan, polusi udara, serta semakin kritisnya wilayah kelola rakyat.
Atas kondisi ini, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah mendesak Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh izin pertambangan emas yang saat ini beroperasi di Poboya. Desakan tersebut didasari sejumlah pertimbangan, antara lain:
Lembah Palu berada tepat di atas sesar aktif Palu–Koro,
Riwayat bencana gempa bumi dan tsunami yang melanda Palu pada 2018,
Kerusakan lingkungan yang terus meluas, serta
Seringnya terjadi banjir dan longsor di kawasan tersebut.
“Metode penambangan terbuka dan bawah tanah yang digunakan PT MMI sangat mengkhawatirkan. Apalagi wilayah lembah Palu tergolong zona I, yaitu patahan aktif dalam sistem busur dan tepian benua. Kondisi ini berisiko tinggi menimbulkan bencana ekologis dan sosial,” ujar Wandi, Manager Kampanye Eksekutif Daerah WALHI Sulawesi Tengah.
Sebagai informasi, PT MMI mulai beroperasi sejak 2023 dengan luas konsesi 20 hektare menggunakan metode tambang terbuka dan bawah tanah.
Kekhawatiran ini sejalan dengan peringatan akademisi. Kepala Pusat Studi Bencana Alam (PSBA) Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Djati Mardiatno, dalam pernyataannya di laman resmi UGM menegaskan bahwa wilayah Palu dan Donggala telah dikategorikan sebagai zona merah rawan gempa dan tsunami.
WALHI menegaskan, tanpa evaluasi dan pengetatan izin, aktivitas tambang di kawasan rawan bencana seperti Poboya berpotensi memperbesar risiko kerusakan lingkungan sekaligus membahayakan keselamatan masyarakat.