Konflik Agraria PT Agro Nusa Abadi (ANA) dan Masyarakat: Warga Tuntut Keadilan atas Hak Tanah

Editor : Moh.Nasir Tula
Morowali Utara, beritasulteng.id – Konflik agraria yang melibatkan PT Agro Nusa Abadi (ANA), anak perusahaan PT Astra Agro Lestari (AAL), terus berlarut tanpa penyelesaian yang jelas. Perselisihan antara perusahaan perkebunan kelapa sawit skala besar ini dengan warga di sekitar area operasionalnya semakin memanas dan menambah deretan kasus sengketa lahan di Indonesia.
Noval A. Saputra dari Asosiasi Transformasi Sosial (ANSOS) Sulawesi Tengah mengungkapkan bahwa masyarakat di sekitar perkebunan sawit terus berjuang untuk mempertahankan hak atas tanah mereka. “Warga lingkar sawit tidak akan berhenti memperjuangkan hak mereka yang telah dirampas secara sepihak. Kami meminta pemerintah bersikap tegas dalam menegakkan hukum dan melindungi hak-hak rakyat kecil,” ujar Noval dalam konferensi pers di Hotel Buana, Jumat (21/03/2025).
Saat ini, delapan warga kembali menerima panggilan dari Polres Morowali Utara terkait dugaan tindak pidana perampasan atau pencurian buah sawit di lahan yang diklaim milik PT ANA. Pihak masyarakat menilai langkah ini sebagai upaya kriminalisasi terhadap petani yang mempertahankan tanah mereka dari ekspansi perusahaan.
“Kami merasa diperlakukan tidak adil. PT ANA sudah belasan tahun beroperasi tanpa mengantongi Hak Guna Usaha (HGU), tetapi hingga kini tidak ada tindakan hukum yang jelas terhadap perusahaan tersebut,” tegas seorang perwakilan petani.
Berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021, setiap perusahaan perkebunan skala besar diwajibkan memiliki HGU sebagai legalitas penguasaan lahan. Namun, warga menilai PT ANA terus beroperasi tanpa memenuhi kewajiban hukum tersebut, sementara masyarakat kecil justru dihadapkan pada proses hukum yang menekan.
Selain itu, masyarakat juga menuding PT ANA memicu konflik horizontal di antara warga. “Ada upaya mengadu domba masyarakat agar saling berseteru, yang tujuannya jelas untuk mempertahankan ekspansi perkebunan sawit mereka,” tambah Noval.
Masyarakat bersama organisasi pendamping mendesak pemerintah untuk segera mengevaluasi izin dan aktivitas PT ANA. Mereka juga meminta aparat penegak hukum bertindak objektif dan memproses dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan perusahaan secara transparan.
“Kami mendesak pemerintah untuk melakukan investigasi menyeluruh terhadap PT ANA. Jika ditemukan pelanggaran hukum, perusahaan harus bertanggung jawab dan hak masyarakat atas tanahnya harus dikembalikan,” pungkas Noval.
Konflik agraria yang berkepanjangan ini telah menyebabkan penderitaan sosial dan ekonomi bagi masyarakat di sekitar perkebunan sawit. Warga berharap adanya keadilan dan penyelesaian konflik secara menyeluruh agar mereka dapat kembali hidup dengan tenang di tanah kelahiran mereka.