Catatan : Azman Asgar
Pajak dan Retribusi, Seberapa Penting Bagi Kita Jasa ?
Palu, beritasulteng.id – Persoalan pajak dan retribusi sedang ramai dibicarakan. Puncaknya di tahun ini, ketika pemerintahan Hadianto gencar sosialisasikan pentingnya taat pajak.
Secara umum semua tahu batas dasar pengertian dan peruntukan dari pajak dan retribusi.
Pajak untuk kepentingan umum, retribusi untuk mengakomodir kepentingan individu.
Apa iya, ada negara benar-benar bersih dari pajak?
Tentu tidak. Yang benar, Negara _Tax Heaven_ seperti itu tidak menarik pajak dalam hal tertentu. Sementara lainnya, punya nilai pajak yang telah ditentukan di negara masing-masing.
Makanya agak aneh ketika Kota Palu disejajarkan dengan UEA dalam hal perpajakan dan retribusi.
Padahal, UEA merupakan salah satu negara penghasil minyak terbesar dunia, sementara Palu hanya Kota metro yang bertumpu pada sektor jasa. Selain tidak _apple to apple_, itu juga cacat logika.
Balik ke soal pajak dan retribusi. Memang agak sulit mengidentifikasi manfaat real pajak dari perspektif kepentingan pribadi.
Sampai bumi ini kiamat tidak akan ketemu. Sebab, pajak memang lebih tersalurkan pada apa yang menjadi kepentingan umum. Misal, jalan, bangunan sekolah, Puskesmas dll.
Pajak tidak diperuntukkan untuk mengakomodir toilet pribadi di rumah kita, atau rabat jalan dihalaman rumah pribadi kita. Bukan begitu cara melihat peruntukan pajak.
Lain pajak, lain juga retribusi. Yang jadi objek percakapan sekarang retribusi sampah.
Terus terang, saya sangat menikmati fasilitas yang disediakan oleh Pemkot Palu dalam menangani persoalan sampah. Meski saya juga tahu, bahwa itu hasil retribusi yang saya, anda dan kita semua berikan setiap bulannya.
Jatah kami sekeluarga, Rp. 35.000/bulan. Ada juga yang hanya Rp. 10.000/bulan. Tergantung standar kemampuan yang ditaksir berdasarkan tempat tinggal.
Bagi saya, itu tidak memberatkan. Dulu kami sekeluarga kesulitan mencari tempat pembuangan sampah akhir di lingkungan rumah.
Kecuali di bakar. Meski sebenarnya itu juga tidak diperbolehkan.
Dari besaran Rp. 35.000 saya merasa terlayani, hampir setiap sore sampah depan rumah di ambil, diangkut oleh petugas kebersihan memakai jenis armada mini.
Tapi, saya juga bisa komplen jika pelayanan juga belum maksimal. Itu biasa, sebagai bentuk koreksi hal-hal teknis di lapangan.
Tidak hanya itu, dari besaran Rp.35.000 saya bisa mempekerjakan orang lain. Di tempatku ada beberapa sumber daya manusia yang jadi produktif bekerja sebagai petugas kebersihan. Tentu saya bangga bisa menyiapkan lapangan kerja bagi yang lainnya.
Belum cukup sampai di situ, upah pekerja padat karya juga dinaikan. Dari 500 ribu menjadi 1 juta rupiah. Betapa berharganya itu, dengan nilai 35.000 kita bisa menghidupi orang lain.
Itu hanya sekelumit fakta betapa biaya retribusi itu sangat membantu Kota ini menjadi lebih baik.
Lalu bagaimana dengan sumber daya lain seperti tambang bebatuan dan emas Poboya?
Sumber daya bebatuan, pasir dan emas sebenarnya sudah menjadi kewenangan pemerintah Pusat dan Provinsi. Kedepan, kita harus mendorong upaya yang lebih maju dari sekedar mengharap ‘olahan sisa sampah penambangan emas.’
Di Periode berikutnya, harapan saya, Pemkot bisa duduk bersama pemerintah Provinsi dan Pusat beserta jajaran pengambil kebijakan perusahaan pertambangan bebatuan dan emas itu. Bicara tentang investasi saham, Perusda Kota maupun Provinsi.
Skema Dana Bagi Hasil (DBH) faktanya belum sepenuhnya mampu menyelesaikan pembangunan infrastruktur dan sumber daya manusia yang kita miliki.
Bagaimanapun, pajak dan retribusi sangat menentukan kemajuan Kota yang 70 persen ekonomi dan pembangunannya bertumpu pada sektor jasa.
Tenang saja, retribusi yang menghasilkan prestasi dan pembangunan itu bukan pemubadziran. Bukan pula upeti yang menghidupi isi perut penguasa. Tapi menjadi penghidupan bagi orang lain dan kenyamanan di sekitar kita.
Azman Asgar
_Warga Kota Palu_