Oleh: Nazwar, S. Fil. I., M. Phil. (Penulis Lepas Lintas Jogja Sumatera)
Rubrik Opini
Paus sebagai pemimpin tertinggi pastoral Katolik akan mendatangi Indonesia pada 29 Agustus hingga 7 September 2024. Jadwal kedatangannya banyak dinanti dengan berbagai persiapan oleh para pengikut Katolik, media, termasuk pemerintah Indonesia. Kunjungan Paus ke Indonesia disebut punya makna penting. Dalam kunjungannya nanti, Paus Fransiskus akan membawa pesan persaudaraan. Umat Katolik memaknai persaudaraan secara sangat tinggi. Termasuk terhadap pemimpin tertinggi, maka kunjungannya ke Indonesia dianggap bersejarah.
Kunjungan Paus ke negara-negara di dunia selalu mengemban misi penggembalaan yang tujuan utamanya adalah mendorong terwujudnya keadilan dan perdamaian. Minoritas Katolik Indonesia dituntut untuk berkomitmen dalam penggembalaan tersebut.
Meski sempat tertutup oleh headline berita lain, beberapa media tetap fokus dan mem-“low up” sedemikian rupa liputan seputar agenda tersebut untuk memantik antusias para pembacanya. Menghindari tendensi kurangnya sikap transparansi, berikut catatan untuk Pesan persaudaraan ala Paus:
Pertama, ketulusan. Pesan kebaikan akan keadilan senantiasa untuk dijunjung tinggi. Namun ketulusan akan hal tersebut perlu dibuktikan dalam setiap kunjungan spiritual. Berusaha untuk menciptakan kedamaian yang sesungguhnya serta keteguhan dalam memperjuangkan kebenaran adalah diantaranya menjaga harkat martabat manusia dalam pengalaman dan penghayatan agama. Ketulusan menjadi syarat untuk memperoleh kekhusyukan dalam beragama (ibadah) dan agar terjaga dalam kemurniannya.
Kedua, kesungguhan. Poin esensial terkait agenda kunjungan spiritual khususnya Paus kali ini ke Indonesia. Mengingat pengikut agama Katolik mengalami penurunan jumlah serta penghayatan agama. Peran sentral Paus dalam menggembalakan pengikut menjadi penting daripada membina mereka semua. Termasuk menjaga atau menerapkan aturan-aturan dalam kehidupan, meski bukan semata tugas Paus, namun pelan-pelan agar dapat dilaksanakan.
Sikap maklum berupa memberikan usaha terbaik untuk manusia sebagaimana yang dilakukan Paus dengan menghargai dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip kemanusiaan perlu dihormati. Artinya Katolik di Indonesia bisa saja disebut minoritas namun menghargai penghargaan antar sesama dengan kerelaan untuk menghargai manusia secara sungguh sebagaimana pesan terbaik yang senantiasa dijunjung tinggi.
Ketiga, konsistensi. Meski agenda, pesan yang dibawa oleh Paus dalam kunjungannya kali ini agar betul-betul diresapi umat Katolik. Sebagaimana kunjungan Paus pertama ke Indonesia tahun Desember 1970, yaitu Paulus VI yang kagum dengan keragaman Indonesia, maka dituntut untuk dapat bersiikap terbuka dan menerima secara total (seluruh akal budi).
Keempat, korelasi. Relevansi pesan persaudaraan dengan isu kemanusiaan yang ada di Indonesia menjadi poin penting dalam misi yang dibawa Paus pada kunjungannya kali ini. Diketahui, Indonesia selain mengalami berbagai isu yang terkait dengan masalah kemanusiaan, memiliki perhatian terhadap berbagai persoalan kemanusiaan yang bersifat global atau dunia internasional, termasuk berkaitan dengan agama.
Kelima, dampak. Persoalan kemanusiaan berdasar pada etika kepedulian sesungguhnya dapat berdampak positif pada kehidupan manusia secara sungguh bahkan dapat menerobos berbagai tembok perbedaan agama. Namun apakah dampak tersebut sebetulnya positif atau sepenuhnya benar? Dampak tersebut perlu didialogkan secara sungguh untuk eksistensi tidak hanya pengembangan misi namun juga pluralitas agama dan masyarakat sebagai sasaran yang tidak lain adalah rakyat Indonesia.
Gegap gempita penyambutan Paus perlu dipahami dengan misi keagamaan, Katolik di majemuknya agama Indonesia. Sikap cermat tidak hanya oleh masyarakat Indonesia selaku suatu bangsa yang akan dikunjungi, pengikut Katolik dan pesan keagamaan yang disampaikan untuk dapat disikapi secara tepat. Persaudaraan yang hendak disampaikan hendaknya secara tulus, sungguh dan konsisten agar dapat berpengaruh selanjutnya kepada masyarakat luas.
Semua nilai luhur di atas dalam mengiringi pesan persaudaraan Paus pada kunjungannya tidak hanya mengikat internal Katolik atau pengikut saja namun juga refresentasi kemajemukan bangsa Indonesia yang menerima dan terbuka. Realita Indonesia yang perlu disadari telah beragama, maka langkah dialog dapat membuktikan kesungguhan dalam misi religi tersebut.****