Jakarta, beritasulteng.id – Tata kelola sistem pertambangan yang good mining haruslah dilaksanakan sesuai dengan kaidah pertambangan yang baik, di mana mencakup sistem pengelolaan, pengawasan terhadap penyelenggaraan dan pengawasan kegiatan usaha pertambagan yang sesuai dengan Undang-undang, itu merupakan syarat mutlak bagi perusahaan tambang, ucap Ketua LBH Rakyat Sulteng Hartati Hartono, SH, MH, melalui reles yang masuk ke redaksi, Pada Jumat 06/01/2023.
Kegiatan usaha pertambangan yang diselenggarakan secara baik dan benar, harus selalu memprioritaskan perlindungan terhadap tenaga kerja, masyarakat, lingkungan dan alam, niscaya akan menghasilkan produk bahan tambang yang baik sesuai target, termasuk harus “aman dan hijau”, tapi ini tidak dilakukan oleh PT. Citra Palu Mineral ( CPM ), cetusnya dalam reles yang di kirim dari Ibu Kota Negara ( Jakarta ).
Untuk mewujudkan kondisi tersebut, serangkaian Undang-undang dan Keputusan Menteri telah dibuat sebagai dasar aturan dalam melaksanakan sistem dan tata kelola, dalam melaksanakan kegiatan usaha pertambangan.
Berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor: 4/2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) jo. UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 04 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (ESDM-RI) Nomor: 26 Tahun 2018, merupakan dasar dan panduan, mutlak bagi seluruh pelaku usaha pertambangan dalam melaksanakan kegiatan usahanya, ucap Hartati Hartono.
Ketentuan tersebut juga diperkuat dengan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (ESDM-RI) Nomor: 1827 K/30/MEM/2018 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan yang Baik, yang sesuai dengan aturan teknis pertambangan, konservasi, keselamatan kerja, keselamatan operasi, pengelolaan lingkungan hidup, dan kami yakin PT. CPM paham tentang hal itu, namun mengapa mereka indahkan, kesalnya.
Sekarang ini sistem dan mekanisme tata kelola pertambangan yang dilakukan
oleh PT. Citra Palu Mineral (CPM) dalam dalam mengoperasikan kerja pertambangannya di blok 1 Poboya, Kota Palu, Sulawesi Tengah, PT. Citra Palu Mineral (CPM) mengantongi Kontrak Karya (KK) seluas: 85.180 ha yang meliputi wilayah Kota Palu, Kabupaten Sigi, Donggala, Parigi Moutong dan Kabupaten Toli-toli, kata Hartati Hartono.
Seperti yang telah diketahui oleh seluruh warga Kota Palu, meski legal perizinan
eksploitasi PT. CPM dimulai dari: 14 November 2017 hingga: 31 Desember 2050, fakta dilapangkan menunjukkan bahwa pengolahan tambang emas di Poboya, Kota Palu telah dilakukan oleh PT. CPM jauh sebelum tanggal legal perizinan eksploitasi nya terbit.
Selain itu, PT. CPM yang merupakan konsorsium dari 3 perusahaan yaitu: PT. bumi Resources Mineral, Bumi Resources Tbk dan Enercop Ltd tersebut diduga sedari awal melakukan produksinya, dimana telah menyalahi mekanisme dan tata kelola sistem pertambangan
yang mensyaratkan untuk menerapkan sistem good mining.
Tambang Blok 1 Poboya yang dikelola oleh PT. CPM merupakan pertambangan emas yang terletak di dalam kota, sangat dekat dengan pemukiman warga dan seharusnya lebih menekankan aspek kebaikan dan keselamatan masyarakat dan alam, terlebih lagi Kota
Palu dan sekitarnya merupakan daerah patahan sesar aktif yang sangat rentan dengan bencana alam.
Apabila sistem pengolahannya tidak sesuai standar keamanan yang telah
disyaratkan, maka dampak pertambaganya pasti akan secara langsung berakibat fatal bagi seluruh warga kota, ungkapnya.
PT. CPM juga diduga melakukan praktek penambangan yang bertentangan dengan aturan mekanisme yang telah ditetapkan. Sebagaimana diketahui, perizinan operasi PT. CPM yang seharusnya menggunakan metode underground dalam pengolahannya, malah justru menggunakan metode open pit.
Dalam mengoperasikan metode open pit tersebut, PT. CPM juga diduga menggunakan Sianida (CN) yang tergolong bahagian dari Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) sebagai
salah satu bahan utama mereka, padahal seperti telah disinggung di atas bahwa
pertambangan PT. CPM berada di tengah Kota Palu yang banyak penduduk.
Tentu saja hal tersebut sangat beresiko tinggi bagi keamanan, kesehatan dan keselamatan masyarakat Kota Palu dan sekitarnya, karena metode open pit yang menggunakan sianida tersebut menyalahi aturan perizinan.
PT. CPM yang harusnya underground, maka pengolahan dengan metode tersebut merupakan metode yang salah dan ilegal, sehingga mekanisme pengolahan yang ilegal tentunya juga menghasilkan hasil produk yang ilegal pula.
Metode kerja ilegal dan hasil ilegal yang dikerjakan oleh PT. CPM selama ini diduga selalu ditutupi kebenarannya dari masyarakat nasional dan internasional, sehingga PT. CPM bisa dengan leluasa melakukan klaim bahwa PT. CPM telah melakukan sistem kerja dan tata kelola yang baik dan benar dalam pertambangannya sekaligus bisa menjual hasil produksi mereka secara leluasa, jelas Hartati. ( Nasir Tula )