Palu, beritasulteng.id – Keberadaan aktifitas perusahaan tambang emas di poboya PT. CPM yg mengantongi kontrak karya, saat ini memasuki tahan izin operasional produksi.
Untuk pencapaian target, perusahaan terus melakukan aktifitas pembukaan jalan dan mengangkut material, bukan hanya di atas tanah yang sudah perusahaan bebaskan, tetapi juga pada lahan masyarakat dan adat.
Inilah yang menyebabkan warga pemilik lahan melayangkan protes dan meminta kepada petugas perusahaan untuk jangan dulu beraktivitas dilahan mereka, ungkap pemilik lahan Jufri.
“Mohon hentikan dulu alatnya pak, karena lahan ini milik kami dan belum ada pembicaraan dengan pihak perusahaan”, ucapnya.
Silahkan kalian ambil material dilahan yang sudah perusahaan bebaskan, jangan lahan kami, kata jufri pemilik lahan saat menyampaikan kepada pengawas alat berat perusahaan.
Justru sangat mengherankan kami sendiri bersama istri yang nota bene pemilik lahan, dan melarang mobil perusahan milik PT.CPM, untuk tidak melakukan kegiatan di tanah kami, justru kami yang di laporkan ke Polres Palu oleh pihak PT. CPM.
PT CPM melakukan laporan pidana dengan alasan menghalangi aktifitas perusahaan.
” Jelas ini sebuah Kriminalisasi yang dilakukan oleh perusahaan kepada warga pemilik lahan, ini lahan kami dan kami punya hak untuk menghentikan proses pembuatan lahan dan pengambilan material diatas lahan milik masyarakat yang belum d bebaskan oleh perusahaan “.
Atas dasar laporan PT.CPM ke Polres Palu Jumat 13 agustus 2022, beberapa warga dipanggil penyidik Polres Palu untuk dimintai keterangan karena menghentikan alat perusahaan yang beroperasi diatas lahan milik masyarakat, aku Jufri.
Kami pun tidak tinggal diam dan telah melakukan laporan ke Polda sulteng, atas ulah PT.CPM yang melakukan pelanggaran pengambilan lahan dan material warga yang belum di bebaskannya.
Kami sudah tiga kali memberikan laporan , namun sayangnya tidak di terima oleh petugas Polda Sulteng, dengan alasan bahwa mereka tidak bisa menerima dan memproses laporan penyerobotan, karena warga yang hanya memiliki keterangan penguasaan dan kepemilikan lahan dari lembaga adat Poboya, jelas Jufri, Pada Minggu 21/08/2022.
Bagaimana ceritanya ada lahan yang di bebaskan dan ada yang tidak, jelas ini kan sudah melanggar, aku salah satu sumber yang juga warga di Poboya.
Menurut sumber terpercaya, sebelum ada kontrak karya, belum ada ini perusahaan di Poboya, orang tua kami sudah mengarap lahan ini, masih ada pohon – pohon yang ditanam, bekas kandang ternak, dan ada kuburan keluarga kami di sini.
Hampir semua warga poboya bahkan warga vatutela, lasoani dan kawatuna mengetahui siapa – siapa pemilik lahan di daerah tompo atau rira – rira dan vatutempa.
Lahan – lahan di daerah ini semua ada sebutannya, itu oleh orang tua kami dahulu yang memberi nama daerah – daerah disini, tutur sumber
Hasil pantauan kami di lokasi, hingga saat ini perusahaan terus membongkar dan mengambil material dari lahan warga. Ada yang di muat masuk ke perusahaan dan ada pula yang dimuat masuk ke tempat perendaman perusahaan, jelas sumber.
Menanggapi konflik adat, warga dengan perusahaan CPM, Amin Panto tokoh masyarakat Tara menyampaikan, ” Dimana-mana perusahaan ingin ketenangan dan suasana yang baik dengan warga dalam beroperasi, tapi ini terkesan pihak perusahaan sendiri yang membuat kegiatannya tidak menjadi nyaman”.
Bila perusahaan memahami betul KA amdal dan Amdalnya maka perusahaan akan bijak menyikapi berbagai masalah khususnya sosial budaya dan lingkungan.
Karena dalam dokumen Amdal tersebut ada informasi karakteristik lingkungan sosial dan kelembagaan masyarakat. Termasuk luasan lahan yang dibebaskan oleh perusahaan, metode operasional dan produksi.
Apa lagi di poboya ada pihak perusahaan yang juga memproduksi emas selain CPM. Inikan jelas – jelas melanggar, karena di lokasi tambang poboya tersebut yang punya izin itu hanya CPM, artinya selain CPM maka ilegal, papar Amin Pantoh, Pada Minggu 21/08/2022.
Apa lagi metode pengolahan CPM itu jelas ada dalam KA Amdal dan Amdal tidak ada metode perendaman. Ini perlu ditanggapi serius oleh berbagai pihak khususnya pemerintah dan penegak hukum.
Karena tidak mungkin perusahaan berani memproduksi dengan metode yang tidak ada dalam rencana kerja produksinya. Dan juga mustahil perusahaan mensubkan izinya kepada pihak lain tanpa sepengetahuan pemerintah dan diluar dari apa yg tercantumkan dalam dokumen KA Amdal dan Amdalnya, ucapnya.
Saya katakan ini, karena sebelumnya saya yang mengurus ini, sehingga dokumen KA Amdal diseminarkan oleh pemerintah Sulteng, di mana manager konsultan penyusunanya sahabat saya.
Dan dorongan saya mengurus dulu ini, agar ada pihak yang bertanggung jawab dalam pengolahan emas di tambang Poboya, dengan harapan terbuka lapangan kerja, sekaligus warga pemilik lahan akan mendapatkan pembebasan yang nantinya dapat menjadi modal untuk usaha – usaha untuk menopang kegiatan perusahaan CPM. Tapi faktanya di lapangan justru perusahaan menjadi sewenang – wenang dengan warga, kesal Amin Pantoh.
Ini harus jadi perhatian OPD terkait baik itu di Kota Palu dan Provinsi serta aparat keamanan, Tapi Semua ada jalan dan prosedurnya, bila perusahaan yg keliru tentu ada konsekuensinya, begitu juga dengan warga dan pihak lain yang dalam hal ini fendor – fendor yang beraktifitas di tambang Poboya, dimana merupakan kerja sama dengan pihak PT.CPM milik Aburizal Bakrie grub. ( Nasir Tula )